Sebuah surat untuk sosok menyegarkan diri dengan sejuta permen di kantong yang dapat dirogoh satu per satu memasukkan dalam mulut hingga tak bersisa di sepanjang kereta menyaksikan bukit, ladang, sawah yang seakan mengucap selamat datang dan tinggal Dia tidak pernah menunggu hanya mengejar hingga kadang lelah dan menggunakan kereta Asyik saja dengan rel yang pasti mengantar ke tempat tujuan Dia rogoh lagi kantung itu sial, hanya ada karcis pembayaran tiket kereta lalu, ia rogoh kepalanya saat melihat jembatan panjang tempat ia bertemu selama semusim bertemu dan lelakinya mengucap selamat tinggal sementara Ia menunggu hingga bayangnya musna disapu mentari senja Katanya, keretanya hampir sampai tetapi bayang jembatan tidak pernah usai Ia telan bayangan itu per lahan walau kantung hatinya ingin membuncah Tanpa mengunyah namun, bayang itu kembali terus bersahabat dengan nadi