Langsung ke konten utama

Pulang

Akhirnya, aku pulang setelah lama menggembara di kota yang kusebut sebagai persinggahan terbaik sepanjang hidupku. Terima kasih, impian kecilku telah tercapai, singgah beribu-ribu masa dalam satuan detik di persinggahan terbaik. Namun, aku tahu, aku harus pulang.

Setelah beberapa lama aku pergi dan tak kembali, aku paham bahwa aku harus pulang. Sebenarnya, aku pulang dengan kekalahan di hatiku. Dua tahun kucoba mengejar segala harapku, tetapi semuanya tidak seperti yang kuinginkan. Berpundi-pundi sesak, air mata, kebuntuan, dan rasa yang tak kuingin hadir muncul dan kusebut sebagai kekalahan. Aku kalah terhadap diriku sendiri. 

Sebenarnya, selama dua tahun, sejak kuakhiri perjalanan awal hidupku dan kubuka gerbang baru hidupku, aku merasa seperti sesuatu yang kosong. Entahlah. Dulu, aku seperti seonggok daging yang menggebu untuk membayar janjiku pada pemimpin nomor satu negeri ini, Pak SBY. Aku bayar janjiku dengan kata yang kusebut mengabdi. Memang, bermakna subjektif, setiap orang memaknainya berbeda. Memang, mengabdi bukanlah hal yang terkukung waktu. Namun, kurasa sekarang apakah aku boleh berlari kembali? Ya, kuputuskan untuk berlari setelah dua tahun aku berjalan santai dengan berjuta harap yang menghiasi angan sebelum tidurku. 

Belanda memang bukan jalanku pulang untuk masa ini, tetapi yakinlah aku akan menemuimu pada suatu hari nanti. Yakinlah. Memang, pulangku kali ini bukan dengan tangan kosong, setidaknya aku membawa harap lain yang telah kurajut dan ingin kupakai saat suatu hari nanti. Jubah ini baru kurajut polanya saja. Jubah yang rajut ketika semester awal perkuliahan jenjang strata. Setidaknya, aku tak ingin menjadi seonggok daging tak ada rasa syukur di hatinya. Aku berterima kasih kepada Penciptaku atas segala kenikmatan selama ini.

Sebenarnya, kali ini aku ingin membahas mengenai persinggahan terbaik dalam hidupku ini. Jujur, jika aku selesai merajut, aku ingin sekali memakai jubahku di podium impianku, ya, tentunya persinggahan yang kuanggap terbaik ini. Semoga.

Persinggahan ini mempertemukanku dengan banyak seonggok daging yang berwarna, seonggok daging yang membuat mataku berggonta-ganti. Ya, mata karena mata tak pernah bohong mengungkapkan segalanya. Semuanya melekat di pikiranku, bahkan hingga pori-pori hatiku. Untuk semua seonggok daging yang pernah bercengkrama ataupun merajut kenangan bersamaku, kuucapkan terima kasih. Jika kupunya banyak hati, akan kuberikan hatiku kepada mereka karena mereka sangat bermakna. Entahlah, mereka membuka pintu hidupnya dan membiarkan aku masuk dan singgah mungkin hingga saat ini. Teruntuk para seonggok daging yang mengajariku bagaimana berdiri, berjalan, dan hingga berlari hingga saat ini. Ambillah hatiku.


Persinggahan ini sangat berwarna dan jujur aku ingin hidup seribu tahun bak Chairil Anwar katakan, bahwa aku ingin hidup seribu tahun di persinggahan ini. Sebenarnya, aku tak menggembol kekalahan, persinggahan ini menyuguhkan berbagai kebahagian, kecerian, popularitas, dan hal lainnya yang sangat diidamkan oleh orang banyak. Terima kasih menjadikanku sebagai seoonggok daging yang mungkin agak bersinar di tengah sepi sunyi malam. 

Pulang, ya aku harus pulang sekarang. Pulang, berlari, dan merajut, walaupun kuharus meninggalkan. Pulang bukanlah sebuah akhir, bukan? Percayalah hati, ini adalah permulaan. Bukankah hidup selalu dihiasi permulaan? Kubawa gembolan kekalahan dan ingatlah, berjanji kuuntuk membuangnya di danau itu. Kubuang segalanya, Kutampung dan kupunguti kembang gugur di setiap persimpangan jalan. 

"Karena aku akan menemukanmu suatu saat nanti dengan Tuhanku..."

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sinopsis Novel “Ronggeng Dukuh Paruk” Karya Ahmad Tohari

Berikut ini adalah sinopsis yang saya buat sendiri setelah membaca novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Selamat membaca. Dukuh Paruk, sebuah perkampungan di mana terdapat nilai estetika terhadap alamnya yang sederhana dan orang-orang yang sederhana pula di dalamnya. Rasus, seorang anak kecil yang hidup dan dibesarkan oleh Neneknya yang sudah tua renta. Rasus kecil tidak mengetahui cerita mengenai Ayahnya. Rasus kecil hanya mengetahui cerita mengenai Ibunya. Kisah seorang Ibu yang tak pernah dia temui dalam hidupnya. Rasus mendapatkan gambaran angan-angan mengenai seorang Ibu yang dia dapatkan pada sosok Neneknya yang tua renta. Kisah Ibu Rasus yang entah samapai sekarang masih hidup atau tidakpun menjadi angan-angan tersendiri bagi Rasus di dalam otaknya. Masa lalu mengenai racun tempe bongkrek yang menelan banyak korban di Dukuh Paruk. Cerita mengenai orang tua Srintil, salah seorang teman perempuan yang memikat hati Rasus. Cerita mengenai bagaimana Santajib dan istriny...

Aliran Tagmemik dan Karakteristiknya

Latar belakang munculnya aliran tagmemik   1. Aliran Tradisional (abad IV) dipelopori oleh Plato dan Aristoteles 2. Awal abad XX lahir aliran Struktural yang dipelopori oleh Ferdinan de Saussure 3. Pada tahun 1967 muncul aliran Transformasi yang dipelopori oleh N. Chomsky 4. Aliran Strukturalisme muncul aliran Relasionalisme 5. Muncul aliran yang lain yakni Case Grammer 6. Aliran Tradisional mempunyai keunggulan dalam analisis fungsi-fungsi kalimat, aliran Struktural mempunyai keunggulan dalam analisis kategori-kategori gramatikal, aliran Case Gramar mempunyai keunggulan dalam analisis peran dan aliran Relasionalis mempunyai keunggulan dalam analisis hubungan antar bagian di dalam struktur. Inilah sebenarnya yang melatarbelakangi munculnya aliran Tagmemik yang elektik dan eklektik yang memilih unsur-unsur tertentu yang cocok untuk dipadukan menjadi satu kesatuan di dalam model analisis Sejarah Perkembangan Aliran Tagmemik     ...

Contoh puisi Akrostik, puisi Cinquain dan puisi Haiku

Puisi Akrostik Pergi P: Petang yang menguning bergegas ke singgasana E: Enyah bersama pekikan burung senja R: Radak yang kauberi, remai terasa G: Gabak suatu pertanda I: Ilam-ilam yang kurasa Sajalah S: Saadah yang kau beri hanya fatamorgana semata A: Atau cecap manis sementara J: Jauh terbang tertiup angin senja A: Asa penuh dusta L: Loakkan saja! biar kumudah melupa A: Apatah bakar! dengan api membara H: Hangus tiada sisa! Kasih K: Kasih, maklumat yang kau beri sungguh menyayat hati A: Akhir sudah kisah ini, tegasmu berkali S: Sorang jelita hitam t’lah hadir bukan mimpi I: Ingin kumenangisi segala obituari janji H: Haruskah aku ikhlas berseluk perih? Puisi Cinquain 1) Duri Tajam menancap Kucoba untuk mencabut Sungguh, sangat perih menyayat Semat 2) Kenangan Tak telupakan Bergerak mengikut zaman Mencampur aduk segala perasaan Ingatan 3) Pendusta Malu terpelihara Berucap dengan bisa Membuat geram tiada tara Pemb...