Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2018

Gelisah

Sunyi, menemani malamnya. Memanggil kembali ke beberapa waktu lalu. Terdengar suatu nada yang memanggilnya untuk mengingat silam. Ternyata, terlalu banyak yang telah ia terjang dan semuanya di luar awangnya. Dia, memang dulu merasa mundur berjalan dalam kerikil dengan telapak kaki telanjang. Lalu, pantaskah ia memanggil memori itu kembali? Sepertinya, ia tak ingin, tetapi ada melodi dan lagu yang memaksa otaknya untuk kembali memanggil hal yang sebenarnya tak ingin diingatnya. "Membayangkan wajahmu adalah siksa... Engkau telah menjadi racun bagi darahku" Ya, penggalan syair Rendra yang popularitasnya tak dapat disangkal. Hampir semua penikmat syair, menyukainya. Namun, ia tak menyukainya saat ini. Lagu yang memanggil ke masa lalu. Sebenarnya, tak masalah jika memanggilnya dan masuk ke dalam lorong waktu untuk melihat-lihat kembali skenario pada zamannya. Namun, ada perasaan yang mungkin tak sanggup untuk diungkapkan. Ia bukan seperti ia yang dahulu, banyak filsuf dan p...

Mata

Mataku tertutup, entah mengapa sulit untuk kubuka kembali. Ternyata, waktu yang tidak terlalu lama membuat semuanya berubah. Tanpa disadari. Apakah ini sebuah rasa yang tak kunjung pernah berakhir? Ingin kubuka mata dan melihat keberadaan hidung itu, tetapi rasanya sulit. Bagian hidung pun aku sulit, apalagi keseluruhannya. Bersalahkah aku? atau wajarkah? Rasanya sangat rapat hingga kutaksempat berpikir sejenak untuk membukanya kembali. Apa yang salah dan apa yang benar? bukankah kudiajar berfilsafat saat ini? sudah berumur, dewasalah. Tetapi, mataku tetap sulit untuk membuka. Rasa ini seperti mengendap berabad-abad. Pasti paham, tapi seakan tak. Kurasa aku ingin seperti biasa, namun tak bisa. Ada rasa bunga yang kuingin sampaikan dan kubagikan sewaktu dulu, rasanya sulit memulainya, entahlah... Mata ini membuat jarak berabad yang kunjung tak kupahami.  Maafkan. Depok, 4 Oktober 2018 dengan rasa tanya yang membuncah