Sunyi, menemani malamnya. Memanggil kembali ke beberapa waktu lalu. Terdengar suatu nada yang memanggilnya untuk mengingat silam. Ternyata, terlalu banyak yang telah ia terjang dan semuanya di luar awangnya.
Dia, memang dulu merasa mundur berjalan dalam kerikil dengan telapak kaki telanjang. Lalu, pantaskah ia memanggil memori itu kembali? Sepertinya, ia tak ingin, tetapi ada melodi dan lagu yang memaksa otaknya untuk kembali memanggil hal yang sebenarnya tak ingin diingatnya.
"Membayangkan wajahmu adalah siksa...
Dia, memang dulu merasa mundur berjalan dalam kerikil dengan telapak kaki telanjang. Lalu, pantaskah ia memanggil memori itu kembali? Sepertinya, ia tak ingin, tetapi ada melodi dan lagu yang memaksa otaknya untuk kembali memanggil hal yang sebenarnya tak ingin diingatnya.
"Membayangkan wajahmu adalah siksa...
Engkau telah menjadi racun bagi darahku"
Ya, penggalan syair Rendra yang popularitasnya tak dapat disangkal. Hampir semua penikmat syair, menyukainya. Namun, ia tak menyukainya saat ini. Lagu yang memanggil ke masa lalu. Sebenarnya, tak masalah jika memanggilnya dan masuk ke dalam lorong waktu untuk melihat-lihat kembali skenario pada zamannya. Namun, ada perasaan yang mungkin tak sanggup untuk diungkapkan.
Ia bukan seperti ia yang dahulu, banyak filsuf dan pemikiran orang hebat yang kini telah menyelinap di dalam pemikirannyaa. Namun, tetap saja namanya perasaan, sulit untuk diterjangnya. Jujur, ogah rasanya mengingat perasaan dahulu. Namun dan tetap saja muncul. Ahhhhhh, ia benci.
Rasanya sudah lama berjalan, ternyata kata "pertama" tidak hilang. Kata Foucault, manusia sebagai subjek dan wacana akan tercipta dari institusi, ya institusi hati menurutnya. "Pertama" yang pertama baginya sudah lewat dan sungguh tak ingin diingat, tetapi tetap saja lagu ini membawa ke silam.
Ohh ya, bukankah sudah "Pertama" yang kedua? Sudahlah, bersahabat dulu saja dengan para filsuf atau para tokoh.
Ia bukan seperti ia yang dahulu, banyak filsuf dan pemikiran orang hebat yang kini telah menyelinap di dalam pemikirannyaa. Namun, tetap saja namanya perasaan, sulit untuk diterjangnya. Jujur, ogah rasanya mengingat perasaan dahulu. Namun dan tetap saja muncul. Ahhhhhh, ia benci.
Rasanya sudah lama berjalan, ternyata kata "pertama" tidak hilang. Kata Foucault, manusia sebagai subjek dan wacana akan tercipta dari institusi, ya institusi hati menurutnya. "Pertama" yang pertama baginya sudah lewat dan sungguh tak ingin diingat, tetapi tetap saja lagu ini membawa ke silam.
Ohh ya, bukankah sudah "Pertama" yang kedua? Sudahlah, bersahabat dulu saja dengan para filsuf atau para tokoh.
Komentar
Posting Komentar