Berikut ini adalah sinopsis yang saya buat sendiri setelah membaca novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Selamat membaca.
Dukuh
Paruk, sebuah perkampungan di mana terdapat nilai estetika terhadap alamnya
yang sederhana dan orang-orang yang sederhana pula di dalamnya. Rasus, seorang
anak kecil yang hidup dan dibesarkan oleh Neneknya yang sudah tua renta. Rasus
kecil tidak mengetahui cerita mengenai Ayahnya. Rasus kecil hanya mengetahui
cerita mengenai Ibunya. Kisah seorang Ibu yang tak pernah dia temui dalam
hidupnya. Rasus mendapatkan gambaran angan-angan mengenai seorang Ibu yang dia
dapatkan pada sosok Neneknya yang tua renta. Kisah Ibu Rasus yang entah samapai
sekarang masih hidup atau tidakpun menjadi angan-angan tersendiri bagi Rasus di
dalam otaknya. Masa lalu mengenai racun tempe bongkrek yang menelan banyak
korban di Dukuh Paruk. Cerita mengenai orang tua Srintil, salah seorang teman
perempuan yang memikat hati Rasus. Cerita mengenai bagaimana Santajib dan
istrinyapun menjadi korban dari racun tempe bongkrek yang mereka buat sendiri
untuk dijual dan dinikmati sendiri. Cerita yang didapatkan dari Nenek mengenai
Ibu, mungkin pada saat terjadinya masalah racun tempe bongkrek dan Ibunya
sedang mengalami masa-masa sulit menahan rasa sakit yang diakibatkan oleh racun
itu, Ibunya di tolong oleh Mantri dan pergi meninggalkan Dukuh Paruk dan
menikah dengan Mantri tersebut lalu beranak-pinang. Kemudian, ada pula cerita
lain yang didapatkan oleh Rasus mengenai Ibunya yang sudah meninggal karena racun tempe bongkrek itu dan
mayatnya dipotong-potong untuk dijadikan sebagai bahan penelitian oleh para
peneliti akibat racun tempe bongkrek tersebut. Lalu, mayatnya dibuang atau
dikuburkan di tempat jauh, mungkin di antah berantah. Diantara kedua cerita tersebut,
Rasuspun masih tidak mempercayai sepenuhnya.
Srintil,
teman yang telah memikat hati Rasus dan kawan-kawannya. Suatu hari, ketika
Rasus, Warta dan Darsun sedang hendak melihat kambing-kambing yang mereka
gembalankan. Setelah yakin bahwa kembing-kambing tersebut tidak merusak tanaman
orang, mereka pergi ke tempat di mana mereka sering bermain. Di bawah pohon
nangka itu mereka melihat Srintil, perawan kecil yang tengah asik merangkai
daun nangka untuk dijadikan mahkota. Srintil bersimpuh di tanah dan berdendang.
Orang di Dukuh Paruk hanya mengenal dua irama yaitu orang tua bertembang kidung dan anak-anak menyanyikan
lagu-lagu ronggeng. Dengan suara kekanak-kanakannya, Srintil mendendangkan lagu
kebanggaan para ronggeng, yaitu Senggot
timbane rante, tiwas ngegot ning ora suwe. Lagu erotik. Srintil yang baru
sebelas tahun, menyanyikannya dengan sungguh-sungguh. Ternyata Rasus dan
teman-temannya sudah ada dibelakang. Mahkota hasil pekerjaan Srintil kebesaran,
lalu Rasus menawarkan untuk membuat yang baru dan lebih pas. Mahkota yang
cantik menjadikan Srintil bagai ronggeng. Namun, Darsun mengatakan bahwa
Srintil baru cantik bila mau menari seperti ronggeng dan akhirnya Srintil
menari sambil berdendang lagu ronggeng. Tidak mereka sangka, Srintil begitu kenes dalam meronggeng walaupun ia belum
pernah sekalipun melihat ronggeng pentas. Wajarlah, karena ronggeng yang ada di
Dukuh Paruk telah tiada ketika Srintil bayi. Rasus dan kawan-kawannya selalu
membantu Srintil mengahasilkan bunyi sebagai musik calung yang ada di
pertunjukan ronggeng. Begitupun seterusnya, dan Srintil memberikan upah berupa
ciuman di pipi mereka.
Sakarya,
kakek Srintil yang kerap kali mengintip kelakuan cucunya itu mengangap bahwa
Srintil telah kemasukan indang
ronggeng. Dukuh Paruk hanya lengkap bila ada keramat Ki Secamenggala, ada
seloroh cabul, ada sumpah serapah, dan ada ronggeng beserta perangkat
calungnya. Akhirnya,Sakarya menemui Kartareja, dukun ronggeng di Dukuh Paruk.
Ia menceritakan mengenai Srintil yang kemasukan indang ronggeng dan Dukuh Paruk akan mempunyai ronggeng beserta
suara calungnya kembali. Akhirnya, setelah melihat bahwa betul Srintil telah
kemasukan indang ronggeng, Sakarya
dan Kartareja sepakat untuk menjadikan Srintil sebagai ronggeng karena
Srintilpun begitu mau menjadi seorang ronggeng. Untuk menjadi seorang ronggeng,
harus ada tiga syarat yang dilaksanakan, yaitu pentas di hadapan orang-orang
banyak dan bertayub dengannya, upacara pemandian di pekuburan keramat Ki
Secamenggala, lalu terakhir ada acara bukak-klambu.
Srintil memang sudah sering meronggeng di dapan orang banyak, tetapi untuk
malam yang paling sakral di mana syarat pertama untuk menjadi ronggeng harus
dipersiapkan dengan sangat matang. Sebelum pentas, Rasus datang ke rumah Nyi
Kartareja untuk memberikan sebuah keris kecil bagi Srintil. Keris kecil yang
sangat cocok terselip dipunggungnya, sangat cocok bagi tubuhnya yang masih
kecil. Tujuan Rasus kali ini adalah agar mendapatkan perhatian Srintil kembali.
Sekarang, senyum Srintil bukan untuk Rasus saja melainkan untuk semua orang.
Rasus memberikan keris itu dengan menyelinap masuk ke dalam kamar milik Srintik
ketika Srintil tertidur pulas. Berbalut bajunya yang sobek, keris itu ditaruh
di samping Srintil yang pulas terlelap. Agar, ketika Srintil bangun, ia mengetahui
bahwa keris itu berasal dari Rasus.
Tahapan
demi tahapanpun dilalui Srintil dan tahap terakhir agar ia diakui menjadi
seorang ronggeng dan mendapatkan bayaran setiap naik panggung adalah bukak-klambu. Bukak-klambu adalah
semacam sayembara, terbuka bagi lelaki manapun. Yang disayembarakan adalah
keperawanan sang ronggeng. laki-laki yang dapat menyerahkan uang yang
ditentukan oleh dukun ronggeng, berhak menikmati virginitas dari sang ronggeng.
Sakit sekali hati Rasus ketika mengetahui
hal tersebut. Kartareja, menginginkan sebuah ringgit emas yang bernilai
dengan harga seekor kerbau yang paling besar. Mana mungkin Rasus memiliki
sebuah ringgit emas, makan nasipun ia jarang sekali. Kartareja menyiapkan
segalanya demi acara tersebut, dibelinya sebuah ranjang besi yang sangat bagus
untuk Srintil. Orang-orang Dukuh Paruk sangat terkesimak dengan hal tersebut,
namun tidak untuk Rasus. Ya, Rasus merasa sangat sakit hati. Srintil adalah
milik semua orang, bukan untuknya. Ketika hari pelaksanaan bukak-klambu, Rasus datang mengintip Srintil yang sedang berada di
kamarnya. Srintilpun mengetahui hal tersebut dan mengejar Rasus. Srintil
menceritakan bagaimana ketakutannya yang akan diperjual-belikan kepada
lelaki-lelaki yang akan menikmati virginitasnya. Srintil lebih ingin memberikan
virginitasnya kepada Rasus dibandingkan dengan dengan lelaki lainnya. Di
kegelapan malam, Srintil merangkul Rasus. Lalu ia melepaskan rangkulannya dan
segera melepaskan pakainannya. Sama seperti yang dilakukannya pada siang hari
ketika menaruh sesajen di pekuburan Ki Secamenggala. Namun, ketika itu Rasus
menolak karena itu adalah tempat keramat. Karena tak mendapatkan sebuah alasan
yang tepat, akhirnya Rasus tak bisa menjawab, kerongkongannya tersekat. Suasana
yang gelap dapat mengubah nilai yang berlaku pada pribadi-pribadi. Orang akan
berfikir primitif. Angan Rasus selama ini mengenai sosok emak ada apa wajah
Srintil tak ada. Segalanya terjadi. Peristiwa tersebut takkan pernah Rasus dan
Srintil lupakan. Setelah kejadian itu, Srintil telah sah menjadi ronggeng.
Srintil sering kali diundang ke dalam acara-acara yang ada di Dukuh Paruk
maupun ke daerah Dawuan. Srintil sudah sangat terkenal, ronggeng muda yang
sangat kenes. Srintil mendapatkan
harta yang berlimpah karena meronggeng dan bertayub. Banyak laki-laki yang
telah berpetualang di malam hari bersamanya. Hal ini menjadikan Rasus getir.
Sudah seharusnya Rasus melupakan Srintil yang telah menjadi milik semua orang.
Akhirnya ia pergi ke Dawuan dan bekerja di sana.
Hingga
suatu ketika di pasar Dawuan Rasus bertemu dengan Sersan Slamet. Oleh Sersan
Slamet, Rasus dijadikan tobang. Seperi seorang tentara, seorang tobangpun harus
tegas. Waktu berganti waktupun, akhirnya Rasus diangkat menjadi tentara. Banyak
hal yang terjadi di Dukuh Paruk, tentang ronggeng Srintil yang begitu terkenal
beserta alunan calung yang ditembangkan oleh si buta Sakum, sumpah serapah,
kampung yang penuh dengan kemiskinan, kebodohan dan kemelaratan. Beberapa kali
Rasus datang ke Dukuh Paruk untuk melihat neneknya yang tua renta yang tinggal
menunggu ajal menjemput. Setiap kedatangan Rasus ke perkampungan itu membuat
semua orang Dukuh Paruk terkesima. Hal ini pula terjadi kepada Srintil. Srintil
ingin sekali menikah dengan seorang lelaki yang ia cintai dan memiliki anak. Ia
sudah merasa lelah dengan keadaan dan kondisinya sekarang. Akhirnya Srintilpun
mengangkat Goder, anak Tampi untuk dijadikan anak angkatnya dan masih mengangap
Tampi tetap sebagai Ibu dari Goder. Hal ini dilakukan Srintil agar kelak nanti
ketika ia sudah habis di penghujung usia, ada yang akan merawatnya. Srintil
ingin sekali menikah dengan Rasus. Itu keinginan terbesarnya.
Setelah
berada di Dukuh Paruk selama beberapa hari, akhirnya Rasus meninggalkan Dukuh
Paruk. Memang, selama Dukuh Paruk, Rasus dapat berbincang sedikit dengan
Srintil yang ingin sekali dinikahi oleh Rasus. Sikap Rasus yang dingin dan
mengelak menjadikan Srintil sakit hati yang mendalam. Kepergian Rasus,
menjadikan Srintil berubah drastis. Hidupnya kurang bergairah. Lalu, Srintil dan
anggota ronggengnya mendapat tawaran meronggeng dari seorang Bakar. Dengan
banyak ucapan manis dan sedikit dibumbui dengan ancaman, mereka meronggeng
untuk Bakar yang ternyata adalah anggota PKI. Propoganda dan segala macam
hasutan Bakar sebar di Dukuh Paruk. Akhirnya, Bakar ditahan dan semua orang
ditahan terutama Srintil dan kelompok ronggengnya yang dianggap sebagai
propoganda melalui keseniannya meronggeng. Satu persatu orang-orang dibebaskan,
termasuk Sakum, Kartareja beserta Istrinya, Sakarya beserta Istrinya dan
lainnya. Namun, Srintil belum dibebaskan. Rasuspun yang mendengar terjadinya
pemberontakan di daerah kelahirannya pulang dengan tujuan menengok neneknya
yang tua renta. Walau harus dibayar dengan tinjuan dari tangan komandan dan
lemparan sepatu yang mengarah ke perutnya, akhirnya Rasus diizinkan prei selama
tiga hari. Sesampainya di Dukuh Paruk yang tidak lagi memiliki secuil percaya
diri, melihat sorot lampu senter tak ubahnya sebagai mata macan yang siap
menerkam. Rasus segera masuk ke rumah neneknya dengan di ikuti oleh rakyat
Dukuh Paruk. Ternyata, hari itu adalah hari di mana sebentuk roh telah
berangkat, kembali ke tempat asal-usulnya. Ya, nenek Rasus telah kembali ke
asal-usulnya. Pekuburan Dukuh Paruk bertambah luas dengan bertambah satu makam
lagi.
Sakarya,
Kakek Srintil sangat memohon kepada Rasus agar Rasus mau monolong cucu
kesayangannya tersebut. Belum lagi Sakum si buta yang selalu menyodorkan
kata-kata bila Srintil ingin sekali dinikahi oleh Rasus. Akhirnya, dengan
segala macam pertimbangan, Rasus berusaha menemukan di mana Srintil ditahan.
Rasuspun menemukan tempat di mana Srintil ditahan dan Rasus hanya diperbolehkan
berbicara selama sepuluh menit serta harus mencatat semua yang mereka
bicarakan. Srintil dan Rasus bertemu. Di luar dugaan, rambut Srintil tertata
dengan bagus bahkan dia sempat mengoleskan pemerah bibir. Ada bahul yang tiba-tiba melonggar setelah
berbulan-bulan membelenggu renjana dalam hati Srintil. Sejak kali pertama
menyadari dirinya seorang tahanan politik, Srintil mempunyai keyakinan penuh
bahwa Rasus akan menolongnya. Ketika orang yang diharapkan sudah ada di
depannya, Srintil harus menumpahkan perasaannya. Namun, Srintil yang merasa
dirinya adalah aib kehidupan. Aib yang tanpa dia mestinya kehidupan lebih baik,
lebih hidup. Bila ternyata dirinya masih mewujud, pikir Srintil, itu karena aib
adalah faset kehidupan in dan dia harus mewujud di sana. Seperti tinja yang
harus ada di usus manusia. Dengan menyadari hal ini, mulut Srintil terkuci
diam, begitupun pada Rasus. Waktu sepuluh menit yang diberikan komandan habis
begitu cepat tanpa hasil yang diperoleh oleh Rasus.
Usianya
hampir genap dua puluh tiga tahun. Watak alam terlalu perkasa sehingga
betapapun hebat tradegi yang baru dialami Srintil sebagai seorang tahanan,
citra kemudaannya masih banyak tersisa. Butuh waktu yang lama agar Srintil
dapat menyesuaikan diri di Dukuh Paruk karena dia adalah seorang bekas tahanan.
Seiring berjalannya waktu, banyak lelaki yang berminat kepada Srintil, mulai
dari lelaki yang berasal dari Jakarta dan lelaki lainnya. Namun, Srintil selalu
saja menolak karena ia bertekad tidak akan kembali ke jalan itu lagi. Yang
Srintil inginkan adalah menjadi seorang Ibu melalui sebuah ikatan pernikahan.
Akhirnya, Srintil bertemu dengan Bajus, lelaki Jakarta yang sedang bekerja di
Dukuh Paruk. Kebaikan yang berlebih dari seorang Bajus dan sikap yang baik yang
ditunjukkan oleh Srintil mempercayai bahwa Bajus akan mau menikahinya. Sudah
beberapa bulan mereka dekat, tak ada hawa nafsu yang diinginkan Bajus kepada
Srintil seperti lelaki lainnya. Namun, tiba suatu malam ketika Srintil diajak
menginap di sebuah vila, karena Bajus ada rapat utnuk mendapatkan borongan
pembangunan. Bajus mengatakan bahwa ia akan mengikuti rapat hingga sore dan
ketika malam akan ada orang Jakarta yang datang ke vila mereka untuk menginap. Srintil
tak usah takut, karena lelaki tersebut sangat kaya dan baik hati. Namun,
ternyata Srintik hendak dijadikan hadiah untuk Pak Blengur, lelaki Jakarta yang
dijadikan Bajus sebagai tempat meminta pekerjaan borongan.
Srintil
tidak menyangka bahwa Bajus akan
menjualnya kepada lelaki lain. Dengan pertentangan yang sangat hebat karena
Srintil tidak ingin melayani lelaki lain yang belum sah menjadi suaminya,
seketika Srintil berubah. Mengapa orang
terlanjur percaya bahwa pembunuhan adalah menghentikan fungsi ragawi sebagian
atau keseluruhan dengan satu sama dan lain senjata. Mengapa orang terlanjur
beranggapan kekejaman adalah tumpahnya darah dan lukanya bagai raga. Dengan demikian Bajus misalnya
gampang sekali mengelak bila ada tuduhan dia baru saja melakukan kekejaman luar
biasa sekaligus pembunuhan. Dalam dua-tiga detik melalui beberapa kata dia
telah berhasil sempurna membuat seorang manusia kehilangan kemanusiananya.
Bahkan tanpa Bajus sendiri melihatnya.
Setelah
satu detik pintu terbanting, mulailah berlangsung proses lenyapnya akal budi
dari totalitas sebentuk pribadi. Godam pertama mengguncangkan tiang kesadaran
yang menopang akal budi Srintil, yakni ketika ia mendapatkan kenyataan citanya
menjadi istri Bajus adalah sebuah pundi-pundi hampa. Srintil sempat merasakan
pedih dan pahitnya guncangan ini. Deraan kedua membuat tiang kesadarannya
miring, tidak kuat menahan beban perintah harus melakukan perzinahan, sejarah
lamanya sendiri yang sudah ingin ditinggaljan dengan suatu tekad membaja.
Kemudian tiang itu ambruk sema sekali ketika sebuah jari setajam mata tombak
menunding dirinya sebagai PKI dan siap menyeretnya kembali ke rumah tahanan.
Sebuah tempat yang bisa jadi disebut sebagai neraka dunia. Ya, itulah perkataan
yang dilontarkan Bajus kepada Srintil. Melihat keadaan Srintil yang seperti
ini, akhirnya Srintil dipulangkan ke Dukuh Paruk pada malam itu pula. Untung
saja, Pak Blengur tidak tega melihat wajah keibuan Srintil untuk dipetualangi
tubuhnya.
Waktu
cuti Rasuspun tiba dan ia pergi ke Dawuan lalu melanjutkannya ke Dukuh Paruk.
Sesampainya di Dukuh Paruk ia mendapati bahwa Srintil hilang akal karena
peristiwa bersama Bajus. Akhirnya dengan dorongan orang-orang Dukuh Paruk,
Rasus membawa Srintil berobat. Ketika di rumah sakit, petugas bertanya siapakah
Rasus bagi Srintil, apakah istrinya, tetapi bukan. Rasus masih bujangan dan menjawab
bahwa Srintil adalah calon istrinya.
Komentar
Posting Komentar