Berikut ini adalah salah satu contoh kritik sastra:
Konser
Musikalisasi Puisi Ari Kpin 2014 “Percakapan di Beranda Angin”
EKSISTENSI
DI TENGAH “SELEKSI ALAM”
oleh Roma Kyo Kae Saniro
di manakah wajah-wajah itu?
yang tersungging, yang
menangis,
yang berebut menyiangi
rumpun bunga di dadaku
:”Wajah itu telah tertutupi dedaunan yang berguguran”, ungkapmu
(Ari Kpin, “Percakapan di Beranda Angin”)
Kutipan
puisi tersebut adalah kutipan puisi Ari Kpin yang berjudul “Percakapan di
Beranda Angin”, 2010. Judul puisi tersebut juga digunakan dalam penamaan judul buku
antologi puisi Ari Kpin yang berjudul Percakapan
di Beranda Angin. Selain itu,
kesaktian puisi ini juga tidak sampai di situ, puisi ini juga dijadikan garis
besar dalam konser musikalisasi puisi Ari Kpin 2014 “Percakapan di Beranda
Angin” pada hari Senin, 1 Desember 2014 di gedung JICA, FPMIPA, Universitas
Pendidikan Indonesia (UPI), Jl. Setiabudhi 229 Bandung.
Yari
Jomantara atau lebih akrab dipanggil dengan Ari Kpin. Kpin, nama dengan sejarah
yang takkan pernah terlupakan oleh Ari dan rekannya. Kpin merupakan singkatan
dari Kesebelasan Pecinta Ike Nurjanah. Terciptanya nama Kpin ini sangat menarik
dan menggelitik. Nama ini tercipta secara spontan ketika Ari dan rekannya
dimintai tolong untuk menyanyi di suatu acara. Pembawa acara seakan bingung
ketika memanggil grup musik mereka ke atas panggung karena belum adanya nama
grup musik mereka. Dengan spontan dan menggelitik, mereka menamai grup mereka
dengan nama Kpin. Hal ini dikarenakan saat itu Ari dan rekan-rekannya melihat
sosok seorang perempuan yang begitu cantik seperti Ike Nurjanah, sehingga
mereka memilih singkatan Kpin untuk grup musik mereka. Tidak banyak orang yang
mengetahui sejarah terciptanya nama Kpin ini. Kejut dan tawa akan hadir ketika
mendengarkan kisah sejarah penamaan grup musik ini.
Kecintaan
Ari terhadap puisi sudah tertanam sejak SMP. Ari Kpin merupakan mahasiswa
lulusan Jurusan Sandratasik Program Seni Musik IKIP Bandung yang kini bernama
UPI. Ari juga merupakan anggota dari Indonesian
Philharmonic Orchestra dengan conductor
Yazeed Djamin (alm.).
Berbagai
goresan karya yang berupa lagu, ilustrasi musik teater, ilustrasi musik tari,
dan aransemen paduan suara, telah banyak mewarnai kanvas belatika di bidang
musik dan sastra Indonesia. Lagu Mars dan Hymne Politeknik Negeri Bandung,
Tridaya dan lembaga-lembaga lainnya adalah contoh goresan karya yang pernah Ari
ciptakan. Selain itu, Solitude Maret (1995), Trisakti (1998), Jiwa Tanpa Topeng
Kepalsuan (2003), Negeri Sihir (2004), Nyanyian Anak Pertiwi (2005), Ikebana
(2006), Mencintai Puisi melalui Musik (2008), Blues Anggrek Bulan (2011), Taman Puisi (2013), Kepulangan Kelima
(2013), Mata Hitam (2013) berupa musikalisasi puisi dari penyair-penyair
Indonesia telah berhasil Ari ciptakan dan masih banyak lagi goresan karya Ari
yang telah beredar di seluruh Indonesia, terutama untuk sumber dan media pembelajaran
di sekolah-sekolah. Ari juga adalah seorang arranger,
instruktur musik, instruktur pelatihan-pelatihan sastra, juri di berbagai
lomba musik, penulis buku, dan sastrawan dalam program pemerintah Kemendikbud
RI, yaitu Sastrawan Bicara Siswa Bertanya. Berbagai goresan karya dan prestasi
tersebut menjadikan karya-karya Ari Kpin tak dapat diragukan ataupun
dipertanyakan lagi.
Konser
musikalisasi ini adalah konser tahunan yang diselenggarakan oleh Ari dan
kelompok sanggarnya, yaitu Sanggar Ari Kpin. Sanggar ini adalah sebuah sanggar
yang membina seluruh golongan dalam kepenulisan, musik dan sastra. Pada konser
2014 ini ada hal spesial yang berbeda dengan konser-konser pada tahun
sebelumnya. Hal spesial di hari yang spesial. Pada konser-konser tahun sebelumnya,
Ari dan sanggarnya biasanya memusikalisasikan puisi dari penyair-penyair
Indonesia tetapi untuk konser tahun ini, Ari dan sanggarnya memusikalisasikan
puisi dari Ari Kpin sendiri walaupun ada sebuah puisi yang dimusikalisasikan
adalah puisi dari penyair perempuan Nenden Lilis Aisyah. Musikalisasi puisi
dari puisi sendiri dan di konser yang kedua puluh. Tak terasa sudah 20 kali Ari
menyelenggarakan konser tahunan ini sehingga dapat dikatakan hari ini adalah
hari spesial. Itulah yang penulis maksudkan sebagai hal spesial di hari yang
spesial.
Musikalisasi
puisi merupakan salah satu media yang digunakan untuk penyampaian dan
pengekspresian puisi. Menurut Ari Kpin di dalam bukunya yang berjudul
“Musikalisasi Puisi (Tuntunan dan Pembelajarannya)”, Ari menyampaikan adanya
manfaat musikalisasi puisi bagi masyarakat (untuk sosialisasi puisi kepada
masyarakat, merangsang minat baca puisi, alternatif memahami kandungan pusisi,
daya sentuh pusi melalui representasi musik dan memperkuat aspek-aspek bunyi)
dan bagi siswa (untuk merangsang minat terhadap puisi, suatu penyegaran agar
pembelajaran tidak monoton, merangsang aspek emotif siswa). Di dalam
musikalisasi yang dibawakan oleh Ari dan sanggaranya sudah menyentuh seluruh
manfaat dari musikalisasi bagi masyarakat dan siswa yang menghadiri konser
musikalisasi tersebut.
Ari
memusikalisasikan 14 puisi dengan pembukaan musik Paganini yang bergenre klasik
dan biasanya dimainkan dengan menggunakan biola. Namun, kini musik tersebut
dimainkan dengan berbagai alat musik dengan nada-nada yang sama tetapi
menciptakan cita rasa estetik yang berbeda apabila dimainkan dengan biola.
Kreativitas Ari tersebut menjadikan semua orang terpukau.
“Trilili”,
“Jah”, “Sisi Gelap”, “Tunggu”, “Mencarimu”, “Percakapan di Beranda Angin”, “Aku
di Sini”, “Spektrum Pagi”, “Tidurkan Sejenak Lidahmu”, “Inisial”, “Tahun
Pertama Laraku”, “Karib Tak Karib”, “Kemarau Itu Masih di Jantungku”, “Aku
Ingin Melukismu” adalah 14 judul puisi yang dimusikalisasikan dengan genre
musik yang berbeda. Selain genre pop,
genre regge pada puisi “Tahun Pertama
Laraku” menghiasi warna genre musik dalam musikalisasi tersebut.
Di
dalam konser musikalisasi tersebut, jenis musikalisasi yang disampaikan juga
beragam, dari adanya jenis musikalisasi puisi awal pada musikalisasi puisi yang
berjudul “Percakapan di Beranda Angin”. Kemudian, adanya jenis musikalisasi
terapan dapat dilihat dari musikalisasi 8 puisi yaitu “Trilili”, “Jah”,
“Mencarimu”, “Aku di Sini”, “Spektrum Pagi”, “Inisial”, “Tahun Pertama Laraku”,
“Aku Ingin Melukismu”. Lalu, jenis musikalisasi puisi campuran dapat dilihat
dari adaya 5 puisi yaitu “Sisi Gelap”, “Tunggu”, “Tidurkan Sejenak Lidahmu”,
“Karib Tak Karib”, “Kemarau Itu Masih di Jantungku”.
Musikalisasi
puisi terdiri dari dua aspek penting, yaitu musik dan puisi. Musik yang
digunakan harus mendukung puisi yang dimusikalisasikan. Di dalam 14
musikalisasi puisi yang dibawakan oleh Ari Kpin dan sanggarnya sudah padu
antara musik dan jenis puisinya. Hal ini dapat dilihat dari adanya unsur-unsur
musik yaitu notasi, not, tanda kunci, birama, nada, tanda mula, melodi, irama
menyesuaikan dengan jenis puisi yang dibawakan. Contohnya adalah jenis puisi
balada mencarimu yang dimusikalisasikan dengan unsur-unsur puisi yang mendukung
kesan haru di dalam puisi tersebut. Namun, di dalam konser kali ini Ari dan
sanggarnya menyajikan jenis puisi balada yang berbeda karena dimusikalisasikan
dengan genre rege yang terkesan
santai dan riang. Hal ini terjadi pada puisi “Tahun Pertama Laraku” yang
langgamnya diciptakan oleh Sobar Larajingga. Hal ini menjadikan makna dari
puisi tersebut tidak berubah tetapi memberikan kesan bahwa tidak selamanya lara
itu harus dibawa dengan kesedihan tetapi dengan santai dan riang.
Suara
dari vokal utama yaitu Ari Kpin dan vokal latar lainnya tanpa ada sedikit celah
kesalahan yang didengar oleh audiens menjadikan lantunan musikalisasi ini
sangat sedap di telinga. Selain itu, adanya alunan musik yang merdu tercipta
dari piano, gitar, biola, harmonika oleh Ari sendiri, bas oleh Egi
Rachmadi, cajon oleh Dery S. Hamzah, gitar oleh Widya Nurul Rahma, alat musik
markis, tamborin dan pianika oleh Santy Rahmawati menjadikan puisi yang
dibawakan menyusup dan meresap di hati seluruh audiens. Di dalam musikalisasi
ini, ekspresi pemain musik juga dirasa penting untuk aspek visualisasi
audiensi. Santy Rahmawati yang sangat fokus kepada alat musiknya seakan
memiliki ekspresi datar yang menjadikan musikalisasinya terasa datar. Walaupun
sebenarnya di dalam musikalisasi puisi aspek terpentingnya adalah musik dan
puisi tetapi ekspresi pemain musik juga dapat menjadi pendukung audiensi dalam
visualnya untuk mendalami makna musikalisasi yang dilantunkan.
Selain itu, pembacaan puisi yang dilakukan
oleh Sobar Larajingga, Kartini F. Astuti, Annisa M. Sunda dan juga oleh Dery S. Hamzah dan Santy Rahmawati juga memperkuat makna puisi yang
dimusikalisasikan. Secara keseluruhan penampilan deklamator sudah bagus, dari
vokal, artikulasi, intonasi, ekspesi. Namun disayangkan, adanya beberapa
kekurangan yang terjadi. Kekurangan tersebut antara lain adalah suara Santy
Rahmawati di awal pembacaan puisi “Karib Tak Karib” yang pelan sehingga tidak
terdengar dan tidak jelas. Lalu, adanya pengubahan diksi sisa menjadi sisi
yang dilakukan oleh deklamator Sobar Larajingga saat pembacaan puisi “Kemarau Itu Masih di
Jantungku”. Dengan adanya pengubahan diksi ini menjadikan makna yang terdapat
di dalam puisi akan berbeda juga. Mungkin saja ketika pembacaan puisi tersebut
lidah deklamator keceletot sehingga
mengucapkan diksi yang salah.
Tak hanya Ari Kpin dan sanggarnya yang menjadi bintang di
atas panggung, 6 orang siswa-siswi dari SMK Cipta Skill juga mengambil peran
dalam konser tahun ini. Grup musikalisasi yang bernama Aurora ini membawakan
sebuah musikalisasi dari puisi Ari Kpin yang berjudul “Mengenangmu”. Empat
siswa pemain musik dan dua orang siswi menjadi vokal turut andil dalam
pertunjukan. Unsur-unsur musik yang diciptakan dari grup Aurora ini terkesan
ringan dan riang yang dapat dikatakan sebagai representasi dari jiwa remaja
mereka.
Secara keseluruhan konser musikalisasi Ari Kpin tersebut
sangat bagus. Pencahayaan panggung yang seimbang tanpa adanya gelap di salah
satu sisi menjadikan visual audiensi jelas dalam menonton pertunjukan secara
visual.
Di tahun 2014 dengan berbagai perkembangan di segala
bidang ini, sulit sekali untuk menemukan musikalisasi puisi dari grup
musikalisasi puisi yang konsisten berpegang teguh pada jalur mereka. Mungkin
banyak sekali grup musikalisasi puisi yang ada di Indonesia, terutama grup yang
lahir dari intansi pendidikan yang menggeluti bidang sastra. Namun, grup
musikalisasi mereka seakan menyembul dan kemudian tenggelam, kemudian
menyembul, kemudian tenggelam lagi untuk selamanya atau ada juga yang menyembul
dan tenggelam untuk selamanya. Grup musikalisasi puisi ini seakan hanya sebagai
wadah penyalur hobi dari anggotanya.
Apabila kita kembali mengingat tahun 90-an, adanya
musikalisasi puisi yang begitu meroket pada golongan akademis sastra dan
masyarakat umum dari puisi-puisi penyair Indonesia yaitu Sapardi Djoko Damono.
Pemusikalisasian puisi ini juga
dilakukan oleh orang-orang atau grup musikalisasi puisi yang yang tidak
konsisten berada di jalur pemusikalisasian puisi. Walaupun pada zaman ini masih
ada yang memusikalisasi puisi Sapardi tetapi hal itu dilakukan semata
kepentingan sendiri bukan untuk umum. Eksistensi musikalisasi puisi pada zaman
90-an tersebut dan grup-grup musikalisasi puisi yang memusikalisasinya juga
seakan lenyap oleh “seleksi alam”.
Adanya grup musikalisasi yang tumbuh pada hari ini seakan
mati lagi di kemudian hari. Inilah “seleksi alam” yang dapat dikatakan sebagai
duka cita khususnya di bidang sastra. Kejamnya “seleksi alam” ini tercipta dari
berbagai faktor. Namun, Ari Kpin dan rekan-rekannya konsisten berpegang teguh
pada jalur mereka, jalur musikalisasi puisi. Hal ini dapat ditunjukkan dari 20
kali Ari Kpin mengadakan konser musikalisasi puisi dengan tema yang berbeda
setiap tahunnya. Eksistensi Ari Kpin di bidang pemusikalisasian puisi ini juga
merupakan hal yang luar biasa. Saking luar biasanya, salah seorang mahasiwa
Jurusan Sastra menjadikan musikalisasi puisi Ari Kpin ini sebagai lahan
penelitian untuk mendapatkan gelar doktornya.
Eksistensi Ari Kpin dan rekan-rekannya yang konsisten
berpegang teguh pada jalur musikalisasi puisi sangat luar biasa kontribusinya
untuk bidang sastra, terutama untuk pengajaran sastra di sekolah-sekolah.
Adanya eksistensi musikalisasi yang dilakukan oleh Ari Kpin dan rekannya ini
juga memberikan terobosan yang begitu besar dalam memahami makna puisi. Semua
orang seakan menggeleng-geleng karena musikalisasi yang diciptakan oleh Ari
Kpin terasa begitu “edan” luar biasa. Mereka dapat merasakan makna puisi yang
begitu gereget menyusup ke hati yang terdalam. Semoga
musikalisasi puisi yang dibawakan oleh Ari Kpin dan rekan-rekannya ini selalu eksis di tengah “seleksi alam” yang
semakin kejam.
Komentar
Posting Komentar