Kita takkan pernah ke mana-mana
Namun, dengan kata tajam, kita dapat berdebat dan berkelahi begitu hebat
Kuingat kau duduk terpaku bersama gawaimu
Lalu di mana diriku yang harus diselipkan di antara keasyikanmu?
Lantas, kita memang begitu mudah terpicu oleh percikan amarah
Menjadi dan semakin menjadi
Kukira kita belajar bersama tuk menjadi dewasa utuh
Namun, tetap semuanya serba tunjuk
Kuingat setumpuk berpiring gorengan yang kuhangatkan pagi itu
Kutendang dan semuanya buyar tuk melepaskan amarah yang menjadi
Lalu, kuingat betul bahwa kau duduk di lantai kamar mandi dingin
Menangis dan kecewa dengan segala hal
Lalu, kau guyur kepala dan badanmu dengan bergayung-gayung air
Kau hentakan kepal tanganmu bersama lantai
Kiranya, aku sungguh takut
Kau buang gawaimu ke ember itu
Aku masih ingat percis cahaya dari gawai itu
Hingga akhirnya, kau pecahkan dan terbelah menjadi dua
Kita sama-sama egois, pelukan satu dengan satu lainnya hanyalah omong kosong
Kita lupa telah merajut berbagai asa, mimpi, dan hal indah lainnya
Memang bibirku begitu lancang tuk meminta mari kita gunakan jalur yang berbeda
Lalu, kau dekap dan kau menyuruhku untuk tenang bersamamu
Namun, mengapa semuanya sia-sia?
Kutinggalkan kau bersama kesal di hati
Dengan puing harap bahwa kita baik-baik saja
Semuanya hancur begitu saja
Bukankah kita memiliki berbagai asa yang ingin dirajut?
Lalu mengapa kita seakan menyerah?
Kau marah dan aku begitu takut
Sedangkan, apakah kau tahu bahwa aku pun begitu marah padamu?
Komentar
Posting Komentar