Langsung ke konten utama

Empat Ribu Rupiah



Empat ribu rupiah. Ya, nominal yang tidak seberapa bagi kebanyakan orang, bahkan bagiku dan teman mahasiswa lain.
“Empat ribu bisa dapat beli apa sih? Bakso aja udah lebih dari segitu.”
            Ya, menurut saya pendapat itu sangat benar, bagi kami seorang mahasiswa empat ribu rupiah bukan nominal yang besar jika dibandingkan dengan biaya kuliah kami yang bisa beratus kali lipat dengan uang empat ribu rupiah, apalagi dengan uang sewa kosan, biaya hidup dan embel-embel lain yang tak terduga.
            Namun, hal ini tak berlaku bagi lelaki separuh baya yang kira-kira berusia 50 tahunan itu. Ya, sebut saja beliau bernama Sutejo. Hari itu adalah tanggal 7 Juli 2013. Tepatnya malam hari,  pukul setengah sembilan malam. Malam itu aku bersama Ibuku berniat ingin membeli makanan di daerah stasiun kereta api Kranji. Akhirnya, sebelum mencari makanan, Ibuku berniat membeli jamu di toko jamu langganannya. Akupun menunggu di luar toko dengan duduk santai di motorku.
            Tiba-tiba di belakangku, tepatnya samping kanan belakangku dengan jarak kira-kira 3 meter terdapat seorang lelaki tua yang menaruh barang dagangannya. Ya, barang dagangannya. Ia menjual mainan anak-anak.
            Mainan yang dijual bukanlah mainan anak-anak seperti pistol-pistolan, mobil-mobilan, telepon-teleponan ataupun mainan lainnya yang menurutku sudah modern. Jualannya adalah mainan klasik. Ya, mainan sewaktu zamanku kecil dulu, sekitar tahun 1900-an hingga awal 2000-an.
            Ular tangga dari kertas daur ulang dengan variasi gambar. Bepe-bepean atau orang-orangan yang terbuat dari kertas yang bajunya dapat silih berganti digunakan dengan memasang di lehernya. Hal yang sangat kuingat dari mainan bepe-bepean ini adalah ketika aku harus membuat segala properti bagi si bepe dengan kertas untuk kursi dan meja, bungkus korek api atau rokok yang dijadikan sebagai tempat tidur, sempat pula dahulu aku menjadikan tanah liat sebagai properti untuk bepe tersebut. Sungguh menggelikan tetapi ini sangat membuat kita semua teringat terhadap kisah klasik dan rindu dengan itu semua. Lalu, ada juga wayang atau kartu-kartu yang bergambar kartun dengan ada nomer 1 hingga 100. Biasanya kartu ini digunakan untuk anak laki-laki untuk main tajos, potong roti, dll. Ada juga kelereng yang telah dibungkus 5 buah perkantung plastik kecil. Lalu, adapula balon-balon yang didalamnya diisi air dan dibentuk kecil-kecil. Biasanya balon ini digunakan untuk main lempar-lemparan. Balon yang bunyinya “TUT....TUTTTT...TUT” pula tak luput kudapatkan. Ya balon yang diujungnya diberi sebilah bambu kecil dan ujungnya lagi diberi plastik bergelembung sebagai pemompa agar menghasilakan suara Tat tut ta tut tersebut. Hanya itulah mainan yang kudapatkan di kayu yang dilapisi stereofoam. Ya, lelaki tua itu berjualan dengan menggunakan tongkat bambu yang diberi alas dibawahnya agar dapat berdiri. Lalu, badan bambu dilapisi oleh stereofoam agar dapat menyangkutkan barang mainan yang sudah diberi sebilah bambu kecil. Ya, sebilah bambu kecil yang dicat dengan berwarna merah jambu. Sungguh kreatif lelaki itu.
            Lelaki itu akhirnya duduk di emperan toko jamu. Lelaki dengan kaus oblong putih dan celana kain hitam yang kumal, sendal jepit merek swalow yang harganya sangat tidak seberapa dan sebuah topi kain hitam berukuran sedang menutupi wajah lelaki itu. Akhirnya, ia membuka topinya. Kudapati wajah hitam kusam yang sangat lelah, lesu, lunglai, letih, lapar dan pastinya kumal itu. Sepertinya ia menyimpan beban hidup yang sangat berat. Matanya berkaca-kaca seakan ingin menyiarkan getirnya kehidupan ini. Keringatnya yang mengucur membasahi badan kumalnya dengan sangat tercecer. Kuyakin, jika badannya itu dapat berkata, badannya akan berkata bahkan menjerit sekeras-kerasnya. Menjerit akan segala jerit kehidupan. Aku tak sanggup melihatnya, apalagi untuk mempotret lelaki itu. Ya, mempotret untuk menunjukkan bagaimana miris dirinya.
            Ia duduk di sana sembari mengipasi badannya kumal itu. Hatiku sangat tidak tega melihat kilasan itu. Akhirnya, aku dan Ibuku sepakat untuk membeli salah satu mainan yang dijualnya. Ibuku memutuskan membeli mainan ular tangga. Ya, lumayanlah untuk mainan ketika di kosan nanti, hehe. Harga mainan itu adalah empat ribu rupiah, tanpa tawar-menawar, Ibuku membayar dengan uang sepuluh ribu rupiah. 

            Lelaki tua itupun menanyakan apakah ada uang pas atau tidak. Akhirnya dikarenakan kami tak mempunyai uang pas, lelaki itu izin untuk menukarkan uang sepuluh ribu rupiah tersebut. Kembalian yang ia berikan adalah enam ribu rupiah. Secara tidak langsung dengan ia menukarkan uang tersebut, ia tak mempunyai uang receh atau bisa jadi tak mempunyai uang sepeserpun hasil jualan hari ini. Banyak sekali imajinasi liar yang muncul dikepalaku ini.
            Akhirnya lelaki itupun datang dengan wajah yang sangat sumringah.
“Ini Bu kembaliannya, terima kasih. Alhamdulillah, ada juga jualan saya yang laku hari ini”, balasnya sembari mengembalikan uang kembalian kepada Ibu.
            Ternyata benar salah satu dugaan pada imajinasi liarku bahwa hari ini dagangannya belum ada yang laku sebelum aku dan Ibuku membeli.
            Empat ribu rupiah, nilai yang sangat tidak seberapa untuk kita semua. Aku sering sekali membuang uang empat ribu rupiah dengan sangat mudah tanpa memikirkan bagaimana orang tuaku bekerja keras untuk mendapatkannya. Namun, bagi lelaki itu, empat ribu rupiah bisa ia gunakan untuk menutupi kelaparan perutnya pada hari ini.
            Dari lelaki tua ini, aku belajar banyak mengenai rasa bersyukur, kerja keras, tak pantang menyerah, sabar, dan sikap lainnya yang tak pernah kupelajari dan kudapatkan dari bangku perkuliahan. Entah mengapa hati naluriku seketika luluh melihatnya. Kerja keras seharian penuh dengan badan kumal, badan letih, kaki gempor dan perut yang belum terisi dapat terobati dengan uang empat ribu rupiah. Subhanalloh. Ia mungkin hanyalah pedagang mainan kampung yang tak mempunyai pendidikan tinggi. Namun, sikapnya menjadikan ia sebagai guru. Guru kehidupan bagi orang lain.

Komentar

  1. diambil lagi kembalian yang enam ribu itu?

    BalasHapus
  2. iya hahaha. Tuh Aiki, kamu harus belajar dari Bapak itu! Jangan boros!

    BalasHapus
  3. tega ih kamu, padahal kasih ueh nu enam ribunya

    BalasHapus
  4. Ya aturan bejakeun ka si Mama ateuh teu ka abdi.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah berjudul Reduplikasi dalam Morfologi

Reduplikasi (Proses Pengulangan) dalam Morfologi d ibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Morfologi Disusun oleh : ( Kelompok 3 ) Indah Mufidah                                      (12 05744) Pertiwi Febriani                                     (12 05881) Roma Kyo Kae S                                 (1206341) Tri Mustika A                              ...

Laporan buku sastra anak

KUALITAS BUKU ANAK “SUWIDAK LORO” KARYA MURTI BUNANTA YANG SANGAT BAIK DARI SEGALA ASPEK oleh Roma Kyo Kae Saniro I. PENDAHULUAN  Sastra anak merupakan bagian paling penting untuk mencerdaskan anak-anak Indonesia. Kurniawan (2009:22) mengatakan sastra anak adalah sesuatu yang mengacu kepada kehidupan cerita yang berkorelasi dengan dunia anak-anak (dunia yang dipahami anak) dan bahasa yang digunakan sesuai dengan perkembangan intelektual dan emosional anak (bahasa yang dipahami anak-anak).  Di Indonesia dengan zaman yang semakin berkembang, sastra anak seakan terabaikan. Jarang sekali orang-orang untuk melirik sastra anak. Hal ini sungguh miris, karena sastra anak memiliki peran penting bagi anak-anak Indonesia. Usia anak-anak merupakan usia yang paling penting untuk mengajarkan apresiasi terhadap karya, khususnya karya sastra. Di usia anak-anak juga, secara langsung akan belajar mencintai membaca karena adanya apresiasi terhadap karya. Apabila anak-anak Indonesia menin...

Aliran Tagmemik dan Karakteristiknya

Latar belakang munculnya aliran tagmemik   1. Aliran Tradisional (abad IV) dipelopori oleh Plato dan Aristoteles 2. Awal abad XX lahir aliran Struktural yang dipelopori oleh Ferdinan de Saussure 3. Pada tahun 1967 muncul aliran Transformasi yang dipelopori oleh N. Chomsky 4. Aliran Strukturalisme muncul aliran Relasionalisme 5. Muncul aliran yang lain yakni Case Grammer 6. Aliran Tradisional mempunyai keunggulan dalam analisis fungsi-fungsi kalimat, aliran Struktural mempunyai keunggulan dalam analisis kategori-kategori gramatikal, aliran Case Gramar mempunyai keunggulan dalam analisis peran dan aliran Relasionalis mempunyai keunggulan dalam analisis hubungan antar bagian di dalam struktur. Inilah sebenarnya yang melatarbelakangi munculnya aliran Tagmemik yang elektik dan eklektik yang memilih unsur-unsur tertentu yang cocok untuk dipadukan menjadi satu kesatuan di dalam model analisis Sejarah Perkembangan Aliran Tagmemik     ...