Seekor burung kecil yang kini mungkin telah tumbuh menjadi makhluk yang bingung. Mungkin, semuanya terasa hambar dan dingin. Ia kira semuanya akan baik-baik saja, tetapi kenyataannya tidak. Apakah hidup terasa hambar ataukah dirinya yang hanya selalu diam di sarang yang bukan menjadi tempat peristirahatan terakhir?
Burung kecil selalu bermimpi untuk terbang jauh, jauh bermili-mili atau berkilo-kilo meter untuk membuka semua matanya akan rahasia semesta. Namun, bukankah hidup tak adil bagi burung kecil yang tak memiliki perhatian dari kelompok burung lainnya?
Burung kecil belajar terbang, tetapi ia ingin berenang seperti ikan. Kata orang lain, itu hanya mimpi di siang bolong. Namun, burung kecil melakukannya ketika ia memiliki waktu dan ruang. Kini, burung kecil kehilangan waktu dan ruang. Tanpa harus ia minta, mereka pergi.
Burung kecil belajar terbang, tetapi ia ingin berenang seperti ikan. Kata orang lain, itu hanya mimpi di siang bolong. Namun, burung kecil melakukannya ketika ia memiliki waktu dan ruang. Kini, burung kecil kehilangan waktu dan ruang. Tanpa harus ia minta, mereka pergi.
Egoiskah jika burung kecil selalu meminta untuk hidupnya seperti burung lainnya? merajut mimpi yang katanya seperti mimpi di siang bolong? Namun, sayapnya telah patah dengan berbagai kegagalan untuk berenang di danau tepi desa tersebut. Burung kecil selalu bermimpi membangun sarang di tengah desa itu atau di desa seberang danau. Entahlah. Belum ada jalan yang terpikirkan. Masih ada yang ia beratkan, seekor induk burung yang mencintainya. Akan tetapi, burung kecil belum sempat seperti menjadi burung lain yang membangun sarang untuk induknya atau memberikan tangkapan atau pergi mengajak menyebrangi cakrawala.
Bertahun-tahun, sayap patah tersebut menjadi luka dan trauma untuk mencoba sesuatu yang baru. Burung kecil mengenal cinta bodoh yang membuatnya hanya ingin mendapat perhatian dari cinta omong kosong tersebut. Tidak ada balasan, hanya sekadar menyukai burung jantan yang ia kagumi. Ia tetap menyukai walau kadang si jantan berusaha untuk menghindar atau meminta Burung kecil pergi saja. Namanya Burung kecil, tetap saja berharap hingga rontok bulu-bulunya satu per satu.
Terjebak pada suatu kealfaan dan ketidakpastiaan dengan kenyamanan palsu. Burung kecil tetap mengejar cinta dan perhatian semu yang ia pikir akan berbaik kepadanya. Namun, ternyata tidak. Ia berharap dan melupakan segala hal kehidupan yang seharusnya ia kejar. Cinta omong kosong. Namanya bodoh dan itulah cinta.
Terjebak pada kebodohan, burung kecil tak ingat bahwa dunia tak adil. Dunia tak akan berpihak kepada orang yang santai atau nyaman di titik goyah. Hari ini akhirnya, ia tersadar bahwa ia harus berubah. Semuanya tidak pasti. Ia harus menjadi burung kecil yang terus belajar berenang walaupun sayap patah. Bukankah itu resiko yang harus dihadapi?
Jika diulang kembali, mungkin seakan tak bersyukur jika burung menginginkan terlahir menjadi katak yang dapat hidup di dua alam atau binatang lainnya yang multifungsi. Namun, apakah ia lupa dengan kodrat dan takdirnya?
Tidak pantas untuk mengingat masa lalu yang terlalu kelam. Tugas belajar berenang, membangun sarang, dan bersiap untuk menyebrangi cakrawala harus ia lakukan. Bukankah tak ada waktu untuk makhluk yang bersantai?
Burung kecil menyesal dengan kepedihan di malam hari atas segala kelalaian dan kekalahan dengan setan yang bernama waktu. Burung kecil merasa sudah ditipu dengan si nyaman si penipu. Ia lupa bahwa makhluk lain takkan memperhatikan ia jika ia bukan siapa-siapa.
Waktu masih berputar cepat dan jika burung kecil tak dapat mengejar, burung kecil akan tergerus dan akhirnya mati dengan menyedihkan dan pilu. Begitu tak berguna. Burung kecil tersadar bahwa ia harus tetap melanjutkan mimpi konyolnya yang tak bermakna bagi mahkluk lainnya.
Dear Burung kecil,
Semuanya telah berjuang hingga kini. Salahlah, jika kau terjebak dalam ruang dan waktu nyaman yang menipu berbagai hal. Kuharap kau bangkit dan hancurkan tembus segala kesakitan itu agar tak ada penyesalan. Bukankah kekalahan adalah teman terbaik dalam mencicipi berbagai rasa dalam samudra kehidupan? Bukankah berjuang maksimal lebih baik daripada menyerah berada di zona nyaman? Kuyakin kau bisa, Burung. Tahun ini, kutunggu rapor bahwa kau bisa berenang dengan sayap kananmu yang patah. Jangan sia-siakan berbagai kesempatan. Semua orang kalah dan akhirnya hanya berada di titik memilih teruskan atau tinggalkan dan kembali ke zona nyaman. Kutunggu, kabar baikmu, Burung kecil...
Cinta,
Sahabatmu
Komentar
Posting Komentar